Manusia sebagai makhluk sosial dalam
kehidupannya pada dasarnya dalam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
mempertahankan hidupnya membutuhkan manusia lain di sekelilingnya. Atau dengan
kata lain bahwa dalam hidupnya manusia tidak terlepas hubungannya dengan
manusia lainnya, sehingga hubungan antar manusia tersebut merupakan kebutuhan
objektif.
Untuk mewujudkan keinginan
menjadi satu dengan manusia lainnya, maka manusia melakukan hubungan sosial
atau interaksi sosial. Garna (1996:76), menyatakan bahwa semua kelompok
masyarakat, organisasi, komunitas dan masyarakat terbentuk oleh para individu
yang melakukan interaksi. Karena itu suatu masyarakat adalah individu yang
sedang melakukan interaksi dalam mengambil peranan, komunikasi dan
interpretasi yang bersama-sama menyesuaikan tindakannya, mengarahkan dan
kontrol diri serta perspektif. Tindakan bersama individu dalam melangsung peran
itu untuk memperoleh kepuasan bersama.
Untuk tertibnya
hubungan-hubungan antar manusia diperlukan pengaturan agar kehidupan bersama
dapat tentram, damai dan harmonis. Sebab dalam hubungan sosial tersebut akan
terjadi aksi dan reaksi yang tidak selalu harmoni tetapi dapat juga terjadi
pertentangan-pertentangan. Harsojo (1977:128), mengatakan bahwa koperasi antar
manusia memerlukan syarat ketertiban (keteraturan). Hal ini disebabkan
karena: (1) manusia individual atau kelompok berusaha sekeras-kerasnya untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan dapat jaminan keamanan, jika mungkin
mencapai suatu tingkatan kemakmuran; (2) untuk mendapatkan kondisi yang
esensial bagi kelangsungan hidup dan keamanan diperlukan adanya ketertiban
sosial dalam derajat tinggi; (3) untuk mencapai derajat ketertiban sosial yang
tinggi diperlukan adanya suatu pengaturan sosial kultural, serta mekanisme yang
dapat dipergunakan dalam pengaturan, bagi pelaksanaan pengaturan tersebut.
Kimbal Young (dalam
Taneko,1990:112) mengemukakan bahwa, interaksi sosial dapat berlangsung antara:
(1) orang perorang dengan kelompok atau kelompok dengan orang perorang (there
may be to group or group to person relation); (2) kelompok dengan kelompok
(there is group to groupinteraction); (3) orang perorangan (there is person
to person interaction). Dalam melakukan interaksi tersebut diharapkan
terjadi penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya.
Menurut Loomis (dalam
Taneko, 1990:114), bahwa ciri-ciri umum dari interaksi sosial yaitu: (1) jumlah
pelakunya lebih dari seorang, bisa dua atau lebih; (2) adanya komunikasi antara
pelaku-pelaku dengan menggunakan simbol-simbol; (3) adanya suatu dimensi waktu
yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dari
aksi yang sedang berlangsung; (4) adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari
sama atau tidak sama dengan yang diperkirakan oleh para penganut.
Dari pendapat di atas
dapatlah dikemukakan bahwa terjadinya interaksi tidak cukup hanya bertemu
secara badaniah atau kontak dengan orang yang berada di sekitar
kita, tetapi juga harus dibarengi aktivitas komunikasi. Soekanto (1990:67),
mengemukakan bahwa bertemunya orang perorang secara badaniah belaka tidak akan
menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup
semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorang atau kelompok-kelompok
manusia salingbekerjasama, berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan
bersama.
Proses terjadinya
masyarakat menurut Simmel dinamakan Sosiasi yaitu suatu masyarakat itu ada
karena terdapat sejumlah individu yang terjalin secara kompleks melalui
interaksi dan saling mempengaruhi. Simmel mengatakan bahwa terdapat dua konsep
interaksi yang terdapat dalam masyarakat yaitu bentuk dan isi. Dilihat dari
situasi sosial, isi merupakan tujuan yang hendak dicapai masyarakat, sedangkan
bentuk merupakan jenis interaksi dari hubungan sosial yang nyata di dalam
masyarakat yang diwujudkan melalui superordinasi (hubungan dengan bawahan
melalui dominasi), Subordinasi (hubungan dengan atasan melalui ketaatan),
kerukunan, perwakilan, kerjasama, pertentangan dan lain-lain.
Menurut Soekanto (1990:69),
berlangsungnya suatu proses interaksi di dasarkan pelbagai faktor, antara
lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut
dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan
tergabung. Di jelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi
positifnya ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan
nilai-nilai berlaku, sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang ditiru
adalah tindakan yang menyimpang. Faktor sugesti terjadi apabila seseorang
memberikan pandangan atau suatu sikap yang kemudian diterima pihak lain.
Sugesti ini sebenarnya proses imitasi juga hanya titik tolaknya berbeda.
Sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda emosi sehingga
menyebabkan daya pikir rasional terhambat. Adapun identifikasi sebenarnya
merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam dari pada
imitasi, karena kepribadian dapat terbentk melalui proses ini.
Proses identifikasi dapat berlangsung baik dengan sendiri maupun dengan
sengaja, karena seringnya seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu
di dalam kehidupannya. Pengaruhnya lebih mendalam dibandingkan dengan proses
imitasi dan sugesti. Kemudian proses sugesti, sebenarnya merupakan suatu proses
dimana seseorang merasa tertarik pada orang lain. Di dalam proses
ini perasaan memgang peranan sangat penting, walaupun dorongan utama adalah
keinginan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Proses simpati
dapat berkembang kalau didukung oleh faktor saling mengerti (Soekanto,
1990:71).
Faktor lain yang tidak
kalah pentingnya juga yang dapat memberikan kontribusi kepada interaksi,
menurut Rahardjo (1984:147), adalah adanya persepsi. Persepsi adalah suatu
gambaran atau ide yang terbetik dalammental individu.
.
Atas dasar uraian tersebut,
maka dapatlah dikatakan bahwa pola-pola tindakan dalam berinteraksi pada suatu
masyarakat dibentuk olehh sistemnilai budaya yang tercermin dalam
karakteristik kelompok masyarakat dan persepsi atau sikap yang hidup dalam
masyarakat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar