Memasuki usianya yang ke 11
(tanggal 10 Maret 2008, Kota bekasi berusia 11 tahun), memang masih tergolong
muda, namun dengan keberadaanya sebagai kota yang terbuka dengan wilayah
sekitarnya dan berbatasan dengan langsung Ibukota, memberi peluang adanya
migrasi penduduk antar wilayah. Hal ini menjadikan Kota Bekasi sebagai daerah
tujuan bagi para urban. Di satu sisi, peningkatan jumlah penduduk akibat
migrasi dengan berbagai aktivitasnya menuntut adanya peningkatan penyediaan
infrastruktur pelayanan. Namun di sisi lain, kondisi ini seharusnya dipandang
sebagai potensi dan peluang. Karena, jumlah penduduk yang banyak tentu menjadi
potensi ekonomi bagi pelaku pasar. Dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta
jiwa, bila tidak diimbangi dengan konsep penataan dan kepemimpinan yang
visioner tentu akan muncul adalah berbagai sumber persoalan. Sebab,
bertambahnya penduduk berarti meningkatnya kebutuhan pelayanan sosial.
Kebutuhan ini kemudian direspon dengan pembangunan. Pembangunan kemudian
meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi dan memunculkan kebutuhan baru, dan
seterusnya (dynamic phenomenon of urbanization). Proses ini berakibat pada
semakin besar suatu kawasan perkotaan maka akan semakin besar input alam
(sumber daya alam) yang diperlukan untuk menunjang pembangunan, dan hasil
pembangunan fisik atau produk kegiatan menghasilkan output yang menimbulkan
beban atau berdampak pada sosial dan lingkungan alam. Ketika lahan menjadi
sempit maka kemiskinan ditumbuhkan dan urbanisasi menjadi marak sehingga
masalah perkotaan disuburkan. Jalanan macet, pedagang kaki lima menjamur, sampah
berserakan, polusi menyebar, kesehatan rakyat menurun, pemukiman kumuh meluas,
pemuda menganggur, anak-anak tak berpendidikan, rasa aman tergusur,
kriminalitas meningkat, kebengisan menjadi alat, keserakahan menjadi logika.
Pemerintah tak mampu bertindak dan rakyat tak bisa berbuat.
Melihat dinamika
perkembangan Kota Bekasi, kewaspadaan akan berbagai hal seperti tersebut di
atas harus segera disadari oleh semua stakeholder, khususnya pemerintah sebagai
institusi yang berwenang membuat regulasi. Di era sentralisasi salah satu
parameter keberhasilan dari proses ini adalah kemampuan pemerintah daerah dalam
meningkat kemampuan pelayanan serta meningkat kesejahteraan dan kualitas hidup
penduduk di daerahnya.
Untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan harus memiliki daya dukung yang memadai. Baik daya dukung yang
berbentuk software maupun hardware. Tanpa itu semua bukan sekedar laju
pembangunan yang lambat namun justru akan semakin memperlebar jarak antara
cita-cita pembangunan dengan realitas yang terwujud. Sekilas hal-hal yang
nampaknya masih akan menjadi tantangan bagi kemajuan Kota Bekasi ke depan
antara lain adalah : kurang visionernya sistem perencanaan kota, rendahnya mutu
sumber daya manusia, kurangnya tingkat partisipasi, lemahnya komunikasi antar
lembaga, lemahnya pelaksanaan good governance, penegakan hukum dan terjadinya
ketimpangan sosial-ekonomi.
Faktor sumber daya manusia
harus mendapat perhatian lebih, karena titik sentral dari pelaksanaan
pembangunan adalah manusia sehingga diharapkan menghasilkan manusia yang
berkualitas. Model pembangunan manusia yang dapat mewujudkan manusia
berkualitas adalah manusia yang memiliki tiga ciri, pertama : sehat dan berumur
panjang. Kedua : cerdas, kreatif, terampil, terdidik dan bertaqwa kepala Allah
Tuhan YME. Ketiga : mandiri dan memiliki akses untuk hidup layak. Konsesus
untuk mengukur ketiga ciri tersebut digunakan suatu indek komposit berdasarkan
tiga parameter yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Di samping itu, hal yang
terkait dengan infrastruktur yang semestinya menjadi sarana bagi kelancaran
aktivitas dan mobilitas warga masyarakat justru menjadi faktor yang membuat
warga kota menderita dan pemborosan waktu. Misalnya : kesemrawutan kota yang
disebabkan oleh kelemahan manajemen pembangunan kota (jalanan menjadi pasar),
hal ini dapat terjadi karena pemerintah selaku regulator tidak mengarahkan
pemilik modal dalam ekspansi kapital. Tengoklah sejumlah mall yang telah memicu
kemacetan lalu lintas di berbagai ruas jalan utama serta mematikan sejumlah
pedagang kecil, munculnya pompa bensin tanpa mengindahkan dampak gangguan arus
lalu lintas serta prinsip kecukupan pelayanan publik, meningkatnya pencemaran
udara dan kebisingan kota akibat beroperasinya sejumlah kendaraan pribadi baru
tanpa kendali, rusaknya lahan pertanian akibat berdirinya sejumlah
pabrik/perumahan yang tidak dilengkapi ipal yang memadai, dan seterusnya.
Semuanya adalah bagian dari energi negatif kapital yang membelokkan pembangunan
kota kita ke arah yang semakin tidak liveable (M Miharja, Dalam Pikiran Rakyat,
Jan 2008)
Dari paparan di atas, maka
salah satu isu yang harus di revitalisasi dalam pembangunan Kota Bekasi adalah
Tingkat pelayanan publik yang harus lebih dioptimalkan, yaitu mencakup
pelayanan bidang transportasi, kesehatan, pendidikan, kebersihan, lingkungan,
air bersih, air kotor, sampah, banjir, tata ruang dan sebagainya. Arah
pembangunan yang ideal paling tidak berorientasi pada : menuju pembangunan kota
yang layak huni (livable), menuju Kota yang berkelanjutan (sustainable), mendorong
kota yang mempunyai nilai tambah bagi masyarakatnya (Valuable).
Pembangunan Kota Bekasi
kedepan selayaknya dilandasi dalam kerangka menciptakan pengelolaan kota yang
baik (good urban management) dan sistem pemerintahan yang baik (good
governance), menciptakan proses perencanaan pembangunan bertumpu pada
masyarakat sebagai subjek pembangunan dan mencari titik temu antara tujuan
pembangunan yang diprogramkan pemerintah (top down planning) dengan kebutuhan
pembangunan yang diharapkan oleh masyarakat (bottom up planning) yang
menitikberatkan pada adanya unsur partisipatif, dialogis dan pemecahan masalah
(problemsolving). Jika dikaitkan dengan sistem pemilihan kepala daerah yang di
pilih langsung oleh rakyat, maka selayaknya kepala daerah terpilih lebih mengakomodir
apa yang menjadi aspirasi rakyat bagi kemajuan daerahnya. Apa yang menjadi
kehendak dan aspirasi rakyat harus dapat diformulasikan dalam rencana
pembangunan yang terarah, integral, antisipatif dan kompetitif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar